Ini adalah cerpen yang disiapkan untuk lomba mengarang untuk usia anak-anak. tapi saya gagal mengirimnya, dikarenakan tidak mood waktu itu. daripada basi dan bau, saya simpen, deh disini. uat kenang-kenangan. cekidot..
Waktu menunjukan pukul setengah tujuh pagi, Rio bersiap pergi
ke sekolah. Sebentar Rio menatap ke arahku, memastikan jika ini saatnya dia
berangkat.
Penampilanku amatlah sederhana, aku selalu ikut menemani
kemanapun Rio pergi. Rio menganggapku sebagai sahabatnya.
Setiap waktu aku selalu mengingatkan Rio. Setiap jarum pendek
menunjuk ke arah angka lima dan jarum panjang menunjuk ke arah angka duabelas,
maka itulah saatnya aku membangunkan Rio. Rio pun akan dengan sendirinya
terbangun, menatapku, lantas mandi dan membereskan tempat tidurnya.
Sambil memakai seragam sekolah, Rio memasangkan aku ditangan
sebelah kirinya. Kembali Rio menatap kearahku, memastikan jika tidak akan telat
pergi ke sekolah.
Yah, betul, aku adalah jam tangan, kepunyaan Rio. Hadiah dari
Ayah sewaktu Rio mendapat juara satu dikelas empat.
Rio senang sekali dengan kehadiranku. Rio memamerkanku kepada
teman-teman dikelasnya. Mereka senang melihatku, katanya aku lucu, berbentuk
bulat dan berwarna pelangi.
Teman-teman Rio sering bertanya. “Rio, jam berapa sekarang?”
Setiap mendengar pertanyaan itu, aku selalu senang. Aku merasa
dihargai dan diperhatikan.
Dengan tenang Rio menatapku sambil tersenyum. Aku selalu
membalas senyum Rio. Lalu Rio menjawab.
“Jam sembilan tepat”.
Setelah itu, aku selalu mendengar pujian.
“Terima kasih Rio, senangnya punya jam tangan, yah, bisa tahu
waktu!” seru teman-teman Rio.
Sewaktu pelajaran olahraga, Rio menyelipkanku dibuku
Matematika. Karena, dia takut aku jatuh jika diajak berlari-lari dilapangan.
Tiba-tiba, Putri, sang ketua kelas yang cerewet, memanggil Rio.
“Rio, PR matematika kamu mana? disuruh dikumpulkan sama Pak
Samsul, sekarang, cepetan!!”
“Iya! Iya! Aku juga dengar Put. Nggak usah repot gitu!” jawab
Rio mengeluh.
“ya sudah, mana, cepat sini, kumpulkan!”
“ambil, deh sama kamu dimejaku”
Dengan cepat Putri mengambil buku matematika Rio.
Aku yang sedang tidur, kebingungan berada didalam tumpukan
buku. Setelah lama menunggu, aku jadi ketakutan. Rio, belum saja menemuiku.
Sampai dirumah, Rio menatap kearah tangannya, terasa ada yang
hilang. Rio pun kebingungan. Rio tidak tahu sekarang jam berapa karena ternyata
jam tangannya tidak ada. Diingat-ingat, ternyata tertinggal didalam buku
matematika yang dikumpulkan.
Sepanjang malam Rio tidak bisa tidur memikirkanku. jam tangan
kesayangannya. Bahkan Rio bangun kesiangan, tidak tahu jam berapa berangkat ke
sekolah. Tidak ada yang mengingatkan dia selain aku, jam tangannya sendiri.
Pak Samsul, yang menemukanku dibuku matematika Rio, menyimpanku
dengan baik.
“Rio pasti mencari-cari jam tangan ini” gumam Pak Samsul dalam
hati.
Setengah berlari, Rio menuju ruang guru, ia ingin segera
menanyakanku kepada Pak Samsul.
Dengan senyum kecilnya, Pak Samsul menasihati Rio, jangan
sampai melupakan barang kepunyaannya sendiri. Dari atas meja aku bisa melihat
Rio mengangguk mendengarkan nasihat Pak Samsul.
Aku senang bisa kembali ada ditangan Rio.
Semenjak saat itu, aku makin dekat dengan Rio, selalu ikut
kemana pun ia pergi. Selalu mengingatkan waktu untuknya. Rio selalu menjagaku,
tidak akan melupakanku lagi.
Yah, akulah, jam tangan Rio, yang setia menunjukkan waktu.
***
2 Komentar:
kata lu, Rio kelas 2, itu pas dikasih jam tangan sama ayahnya, pas kelas 4. Tulisan lu udah bagus, pake subjek benda, imajinatif. Tapi gue klimaksnya aja yang kurang, hehe
nb: penggunaan "di" untuk kata depan dan "di" untuk petunjuk, harap diperhatikan lagi :)
iya, yang nyata itu mah, di sekolah. kalo di mari mah, imajinasi aja..
hehe- terima kasih Bu Guru. iya, saya sadar, kok, bikin klimaksnya itu, loh yang paling susah!!
iya, yah masih ada yang salah.
thanks, maturnuhun.. :-)
Posting Komentar
Jadi bagaimana menurutmu tentang Mimpiku?