Pages

Minggu, 08 April 2012

Bertemu Abdul Muis

Limat menit lagi kereta menuju Jakarta tiba. Dari stasiun Tenjo saya berniat menemui sahabat saya, Abdul Muis, di Ciputat, tepatnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Yah, dia memang kuliah di sana, sejak dua tahun lalu.

Sepanjang perjalanan, saya teringat masa-masa SMA kami. Menyenangkan.

Tiba di stasiun Pondok Ranji, saya menunggu di sebuah warung kecil ditemani sebotol air minum dan roti isi coklat. Dari jauh, seseorang mengendarai motor mendekati saya. Berkulit agak tidak putih, berjaket hijau tua, dengan pandangan yang tajam, dengan sesekali senyum tak jelas, itu dia sahabat saya. Tidak berubah sejak SMA, tetap apa adanya.

“widih, serem banget lu Is” cerocos saya, sotoy.
“hehe- udah, ayo naik” kata Muis menyuruh saya naik motor.
“motor siapa, nih Is? Mau kemana kita?”
Memang, kalo ketemu teman itu bawaanya pengen ngobrol-ngobrol terus.

Tadinya kita mau nonton di Bintaro Plaza, tapi itu terlalu romantis. Cukuplah tiga tahun lalu kami berdua secara bersekongkol dan malu-malu nonton bareng di BTM, hanya berdua saja.  Lalu Muis mengajak saya ke UIN, kebetulan saya juga belom pernah ke UIN. sekalian untuk mengobati kenorak-an saya.

Jalan-jalan di UIN, hanya membuat saya iri, melihat para Mahasiswa bolak balik membawa buku, atau nongkrong-nongkrong mendiskusikan tugas mereka. Akhirnya kami makan, dan menceritakan kehidupan masing-masing.

Masing-masing dari kami bercerita.

Muis bercerita kalo sewaktu lulus SMA dulu, dia sempet dilema antara dua pilihan. Kuliah yang tinggal didepan mata atau tuntutan dari keluarga yang mengharuskannya mengurus adik-adiknya. Keluarganya menganggap Muis egois, karena memikirkan kuliahnya sendiri, bukan hanya itu, keluarganya pun bilang, tidak sanggup lagi jika harus membiayai kuliah Muis.

Akh, sewaktu itu, saya masih bingung mau ngapain setelah lulus SMA. Setelah ber-introspeksi secara mendalam, Muis memilih kuliah, bagaimana pun caranya. Kalo saya waktu itu, malah memilih membuka usaha jual pulsa. Karena tekad yang kuat, Muis mendapatkan rezeki untuk meneruskan langkahnya kuliah. Karena bingung, saya mendapat modal jualan dari Mamah saya, untuk jualan pulsa.

Bahkan Muis berjanji untuk membiayai adik-adiknya sekolah. Belakangan, itu semua berhasil Muis lakukan. Hebat. Belakangan, modal jualan pulsa saya, nggak tahu ada dimana.

Muis memulai kuliahnya, beradaptasi dengan lingkungan UIN. Saya, karena selalu bingung, melamar kerja jadi SPB di Ramayana. Saya capek bekerja, satu bulan kemudian berhenti. Masih jualan pulsa, lantas menjadi guru honorer di SDN Kadeper.

Memang Muis mendapatkan beasiswa bidik misi, tapi itu masih kurang jika harus membiayai adiknya bersekolah. Saya, dengan berat hati karena menuruti petuah Ibunda tercinta, masuk kuliah di Universitas Terbuka (UT).

Saya, digaji oleh sekolah, dibayarin kuliah sama Mamah, masih dikasih ongkos buat keperluan yang penting, disiapin motor setiap hari, dimodalin jualan pulsa. Gimana, enak bukan buatan?!

Muis, diberi beasiswa yang kadang telat, dibebani kuliah yang pusing, belum tentu dikirimi uang oleh keluarganya, dibebani adik-adiknya yang harus sekolah, di UIN hidup mandiri, tapi mimpi-mimpi, semangat dan keteguhan hatinya selalu menginspirasi saya. Saya bangga menjadi sahabatnya!

Kami, menceritakan itu semua sambil tertawa, dipojok tempat makan. Saya menghabiskan jus alpukat, nasi+ikan. Tidak mau nambah, buat ongkos pulang. Yah, kami makan berdua dipojok, hanya saja kami tidak memasang lilin serta bunga-bunga seperti disinetron itu.

Saya pulang dengan semangat baru. Betapa kebodohan saya akut, disaat sahabat saya setengah mati memperjuangkan pendidikan dan kehidupannya serta keluarganya, disaat yang sama saya masih berleha-leha, bermalas-malasan menuju mimpi-mimpi kami.

Kawan, sering saya membaca cerita-cerita seseorang yang berjuang dalam hidupnya demi sebuah kelayakan yang berarti, kini cerita-cerita dalam buku itu, adalah sahabat saya sendiri. Teman bermimpi saya, yang selalu memacu semangat dan menginspirasi hidup saya.

Saya duduk termenung didalam kereta. Dari balik jendela, saya bisa merasakan semilir angin malam. Riuh para penumpang yang pulang dari bekerja, seakan mengingatkan, jika hidup ini memang harus selalu untuk berjuang.

Teman-temanku, kalian harus berjanji, akan mewujudkan mimpi kalian juga mimpiku. Kita semua akan tertawa, tersenyum bahagia bersama setelah perjuangan panjang.

4 Komentar:

Rnf mengatakan...

Terima kasih untuk menginformasikan tentang sahabat yang hampir terlupakan, Abdul Muis. ^o^

Fitri Al Tigris mengatakan...

Yah, sama2..
jangan, plis jangan dilupakan sahabat kita ini.. ^_^

Rnf mengatakan...

(hampir) terlupakan Gis, bukan dilupakan!
morfem Ter- yang bermakna tidak sengaja hehe :)

Fitri Al Tigris mengatakan...

he- piss..
oke lah kalo begitu..

Posting Komentar

Jadi bagaimana menurutmu tentang Mimpiku?

THANKS FOR COMING
SELAMAT BERMIMPI
Fitri Al Tigris. Diberdayakan oleh Blogger.